Sederet Renungan di dalam Bus

Ilustrasi: (foto:internet)

duniahalimah.com--Seminggu ini terasa sangat singkat. Seperti hari kemarin saja di Surabaya dan kini harus kembali ke tanah rantau. Masih sama perasaan bertahun-tahun, ketika akan kembali ke perantauan. Air mata meminta melompat keluar dan kaki berat untuk kembali. Apalagi melihat wajah-wajah itu yang selalu setia mendoakan dan mendukung segala keputusanku. 

Sepanjang roda bus berputar, mata menerawang jauh. Sembari pikir berkelana dan memutar memori yang tercecer selama ini. Tentang tanah kelahiran yang kerapkali ditinggalkan, perempatan saksi perjuangan, perbatasan simbol pelepasan, terminal tempat singgah sebelum lepas landas. 

Pepohonan, deratan rumah seperti bersorak dan berbicara, "Perjalanan masih panjang. Kelulusan beberapa hari lalu sekadar persinggahan untuk berangkat ke tujuan selanjutnya."
 
Seketika--saat menulis ini--mata memotret pohon-pohon itu dari jendela bus Patas jalur Surabaya. Bongkahan kisah setiap naik bus tiba-tiba merayap di pelupuk mata. Pahit, manis, sepat, asam bercampur menjadi satu. Dari awal berani menaiki bus sendirian tahun 2016 hingga sekarang 2022. 

Beragam drama selama naik bus selalu menarik untuk diceritakan dan sepertinya perlu ruang sendiri untuk mengangkat seputar itu. Namun, sangat disayangkan setiap momen itu hilang begitu saja tanpa sempat dituliskan. 

Memang ada sebagian yang tertulis, tetapi serpihan lainnya tertinggal di dalam bus.  Sepertinya kalimat "tidak selalu sempat untuk menuangkannya" adalah alasan paling tepat.

Berbeda dengan kali ini, aku ingin menumpahkan segala pikir dalam otakku yang  serabut. Di dalam bus ini, aku tuliskan deretan renunangan dan memori di grup pribadi untuk coretanku.

Mari kembali tentang seminggu di rumah. 

Banyak hal terjadi dan semua masih sama seperti dulu. Nyaman, dingin, membuatku tenang dan tidak tertekan. Mungkin itulah yang menjadi sebab enggan untuk kembali. Akan tetapi mimpi-mimpi di depan masih menguat. Maka keengganan perlu diterobos, demi kehidupan mendatang, orang tua, guru, dan semua orang yang mendukungku. 

Aku berjanji dalam hati, mulai detik ini akan berusaha menjadi pribadi yang lebih baik lagi, bermanfaat untuk sesama, dan menjadi kebanggan orang tua, agama, guru, serta orang-orang yang begitu setia mendukungku. 

***

Langit itu tidak sedang berkejar-kejaran. Senja pun tidak menampakkan hidungnya. Ya, sore ini memang terlihat berbeda. Begitupun dengan sebuah perjalanan tidak selalu mulus dan bekerja seperti "keinginan." Aku tahu setiap perjalanan memang tidak instan. Tangisan kemenangan dan kegagalan akan selalu mengiringi. 


Di usia seperempat abad ini banyak pengajaran yang aku dapatkan. Perihal bagaimana hidup  seharusnya. Tidak sekadar soal apa yang aku inginkan, tetapi masih butuh pertimbangan, apakah berdampak positif atau negatif pada diri sendiri dan sekitar. 

Bukan hanya itu, semakin bertambah usia makin terasa jika mau melewati proses maka akan memetik hasilnya. Kemenangan yang didapat sekarang tidak untuk dijadikan tameng membusungkan dada. Melainkan tamparan agar lebih semangat menjemput kemenangan selanjutnya. 

Di usia dewasa awal ini juga mengajarkan bahwa aku harus berani menghadapi tantangan. Sebab tantangan, anak kecil yang kerapkali diintimidasi saat sekolah dasar ini berani merantau dan mencoba hal baru.

Kemarin (28/8/2022), aku berkesempatan pergi ke sekolah menengah pertama. Di sana aku menyalami beberapa guru. Kemudian salah satu guru, namanya pak Yuli mengatakan "Enggak pernah membayangkan kan?" 

Seketika lisanku menjawab "Inggih Pak, dulu saya adalah anak yang tidak dikenal saat di sekolah."

Selanjutnya beliau memintaku untuk melanjutkan ke jenjang berikutnya dan berharap untuk langkah pertama g menjadi dosen. Seketika aku aminkan harapnya.

Aku cukup afirmasi dengan perkataan guruku itu. Masih sangat jelas anak kecil berkulit sawo matang itu terlihat sangat lugu. Seperti mustahil, tapi aku sangat yakin siapa pun kita, berasal dari mana pun, dan sekolah di mana pun, jika ada kemauan pasti ada jalan. 

Pesanku untuk diriku. 

Tetap melangkah di jalur yang sama. Beranilah mencoba dan berkarya. Ambil peluang dan buatlah peluang. Proses itu memang soal waktu, tapi percayalah tidak ada proses yang mengkhianati hasil. 

Selalu selipkan Allah dalam setiap perjalananmu. Ingat kembali perjuangan orang tuamu, saudaramu, gurumu, dan semua orang yang mendukungmu. 

Aku begitu bangga pada diriku, karena sudah berani melampaui batas selama ini. Semoga  tidak berdiri di atas bumi dalam keadaan membusungkan diri. 

Semangat dan selamat berjuang. Selalu katakan dalam hati, "Aku pasti bisa."

Post a Comment

0 Comments