duniahalimah.com–Ramadan kali ini masih sama dengan tahun sebelumnya. Mengawalinya di perantauan. Ya, serupa “Lagu lama,” kata mereka. Sayangnya di pertemuan Ramadan sekarang tak bisa langsung berpuasa. Maklum ada hambatan bagi kaum wanita. Baru berpuasa setelah ramadan berjalan enam hari.
Layaknya hari pada umumnya, aktivitas tetap berlanjut seperti biasa. Perkuliahan, meeting, dan seterusnya. Hanya saja yang membedakan ada pengurangan jam mengajar sekitar 20 menit dari waktu harian.
Menjalani ramadan tahun ini bagiku tidak terlalu mudah karena beberapa hari kemarin sakit. Aku ingat betul hari Selasa (19/3) selepas sholat Magrib dan berbuka, aku merebahkan tubuh. Azan Isyak membangunkanku. Entah mengapa kepalaku berdenyut sakit sekali. Akhirnya kuputuskan untuk merebahkan badan.
Baca Juga: 5 Hikmah Puasa Menurut Prof. Khoirunnas Rojab
Keesokan harinya, pusing di kepalaku lumayan membaik, akan tetapi tubuh merasa tidak nyaman. Ada apa denganku? Sayangnya, hari itu perlu menggantikan dosen yang sedang berhalangan hadir di kelas public speaking. Akibatnya keinginan untuk merebahkan diri lepas begitu saja, beralih berangkat menuju ke kampus.
Tenggorokanku di hari itu juga terasa tak nyaman, tapi tetap saja berbicara seperti biasanya. Setelah usai kuliah, kuputuskan pulang.
Malam itu aku bergadang di depan leptop karena hasil rekapan penilaian berkas duta baru dikumpulkan malam hari. Ada kendala-kendala yang akhirnya membuatku memutuskan tidur jam 1 dini hari. Seharusnya sahur dulu kan? Tetapi mata memilih terpejam. Ya kepalaku, tubuh, dan suaraku rasanya tak baik-baik saja.
Nyaris hampir beberapa menit azan Subuh barulah aku terbangun dari tidur, lalu terburu-buru sahur apa adanya. Ada sebungkus Energen diseduh dengan air lalu meminumnya.
Alhamdulillah…
Kepalaku mulai tak terlalu nyaman. Meski begitu aku masih berusaha memecahkan masalah kurang satu peserta yang tidak ada nilainya. Naasnya pagi itu aku belum berhasil.
Lalu kucoba lagi dan akhirnya berhasil menyelesaikannya. Aku kira rutinitasku pagi itu sampai itu saja, ternyata aku salah. Jam 8 pagi ada kuliah yang dialihkan ke online. Sesudahnya barulah ku pergi tidur.
Rasanya sudah demam, batuk, pilek, pusing menjadi satu. “Aku harus tidur,” kataku, karena jam 15.00 akan mengawal mock up interview LPDP yang diadakan Danaya. Ternyata benar, aku tak nyenyak dalam tidur. Kuputuskan untuk bangun dan menyiapkan leptop.
Aku sudah menggunakan jaket di sepanjang hari itu. Terasa dingin dan pusing. Namun, karena memiliki tanggung jawab untuk mengawal mockup, situasi tubuhku itu libas saja.
Malam telah bertandang, nafsu makanku ternyata ikut juga berkurang. Aku pun tak tarawih di masjid. Momen-momen seperti itu mengingatkanku pada orang-orang rumah kala diriku kecil dulu. Emak dan bapak akan berubah menjadi sangat sibuk menanyai setiap perkembangan sakit yang anaknya rasakan.
Belum lama memori di kepala itu hadir, dari seberang sana bapakku menelpon. Dengan suara yang telah berubah, kukatakan bahwa hari ini aku sakit. Kata bapak sepertinya aku kelelahan, iya itu salah satunya kupikir.
Esoknya, tepat saat waktu sahur demam rasanya masih memenuhi diriku, pusing, dan batuk menyatu. Kukirim pesan ke grup mahasiswa, apabila kuliah hari ini dialihkan ke online karena aku sakit. Alhamdulillah, meski suara parau dan batuk kuliah tetap berjalan.
Selesai dua kelas di hari yang sama, rutinitas ku bukan berarti selesai. Ada pertemuan mockup interview yang perlu dikawal. Prosesnya berjalan lancar, hanya saja ada beberapa momen di mana aku tiba-tiba terlelap di tempat duduk. “Ya Allah masih pusing”
Hampir jam 4 sore mockup interview akhirnya selesai dan aku bercerita kepada kedua kakak mentor, sebetulnya aku sakit dua hari ini. Mohon maaf bila kurang maksimal.
Sesudah itu, aku memilih tiduran, karena sungguh aku tak bisa sahur dan berbuka maksimal. Semula berniat hanya tiduran menunggu adzan, nyatanya kebablasan.
Dan tahukah kamu aku hanya berbuka air Sinom saja. Tak ingin makan apa pun. Terus saja tidur, sampai akhirnya waktu sahur, aku perlu makan sesuatu untuk mengisi perutku yang sudah 24 jam tidak terisi apa pun.
Hari Sabtu, ada anak magang. Aku perlu bersih-bersih klinik semampuku. Lalu memilih untuk istirahat karena keadaanku masih sama seperti kemarin.
Sore itu aku berinisiatif untuk mencoba membeli beberapa buah untuk berbuka. Siapa tahu dengan buah dapat membuat nafsu makan naik. Ternyata benar, aku berhasil mengkonsumsi buah pepaya dan semangka.
Kemudian, sekitar pukul 20.00 aku mencoba membeli mie ayam tanpa sambal dan saus. Ya, aku rasa perutku terisi karbo. Meski keadaan sebelumnya masih sama.
Sahur pun aku hanya makan buah pepaya dan pagi itu aku merasa mulai lebih baik. Ketika aku sholat subuh renungan akan banyak hal datang. “Ini kah yang Bapak rasakan saat batuk? rasanya semua tubuh bergoncang,” “Inikah rasanya sakit kepala yang pernah Bapak rasakan?”
Hari Minggu, hanya fokus memulihkan diri sendiri. Hanya sesekali membalas tentang pekerjaan dan tanggung jawab dipesan WA. Tubuhku mulai berkeringat, tapi pusing dan flu masih ada. Walaupun keadaannya masih begitu, aku nekat mencoba sholat tarawih.
Sebelum berangkat, aku berpikir “Tiga kali saja cukup, lalu pulang.” Benar saja beberapa kali aku perlu berhenti karena batuk dan dahak. Sekuat mungkin menahannya, siapa sangka aku terus mengikuti imam sholat dan berhasil 20 rakaat dengan tiga rakaat witir.
“I proud of you,” kataku dalam hati.
Awal-awal sujud pusing masih terasa. Semakin lama bertambah rakaat, bukannya tambah sakit, malah pusingnya mereda sepanjang sholat. Baru kembali terasa setelah selesai. Tidak masalah, ini bagian latihan untuk sehat. Sudah lelah rebahan meratapi keadaan.
Malam itu titik balik lebih sehat, walaupun sebetulnya saat menulis catatan ini batuk masih ada. Ya, tapi ini lebih baik.
Setelah melewati derita sakit, aku jadi lebih sadar bahwa tubuh sebetulnya sudah memberikan kode jauh-jauh hari sebelum kejadian. Hanya saja cenderung abai. Sebab sakit juga menjadikanku memahami bila ada pola hidupku yang perlu diubah.
Baca Juga: Menemukan Berkah Ramadan di Jalan
Satu hal lagi yang hanya aku dapati saat sakit kali ini.
“Beginilah rasanya saat Bapakku tidak bisa tidur karena batuk dan dahak karena sesak napasnya sepanjang malam. Begini juga sakitnya pusing berhari-hari, lemas, jalan pegangan, dan tidur yang terganggu.”
Karena sakit aku jadi tahu rasanya melewatkan waktu berbuka, berbuka dan sahur hanya dengan buah. Berpuasa saat sakit.”
Sungguh benar kata orang bijak, baru merasakan nikmatnya sehat saat sakit.
Aku telah melewati semuanya dengan baik dan aku bangga pada diriku. Walaupun sakit tetap berpuasa. Terima kasih sudah bertahan sejauh ini. I proud of you!! Mari jaga kesehatan dan pola hidup yang lebih baik lagi. Ingat masih ada beberapa hari lagi. Kesempatan ramadan belum tentu datang di tahun depan lagi. Jadi semangat!
—
Semoga kamu yang membaca tulisanku ini senantiasa diberikan kesehatan. Jaga kesehatan ya di bulan ramadan ini. Cukup aku saja yang merasakan sakit di tengah ramadan, kamu jangan! 😆
Baca Juga: Puasa Bisa Dijadikan Terapi
0 Comments