Hari Kedua di Cibaliung



duniahalimah.com–Cibaliung (7/2) seusai sarapan, aku melanjutkan tugas membuat surat yang sempat tertunda. Setelahnya kami semua berpindah ke lokasi penginapan acara Youth Future Leaders Assembly 2024. 

Oh ya, aku hampir lupa. Pagi itu juga pertama kalinya berkenalan dengan Rendy, seorang anak muda yang masih duduk di bangku SMA. 


Barang-barang kami telah dipindahkan berkat bantuan Rendy. Sedangkan kami memilih jalan kaki, melewati jalan turunan. Sepanjang jalan, mata menebar pandang ke sekeliling. Betapa tidak pernah terpikir di tahun-tahun sebelumnya, apabila sekarang menginjakkan kaki di bagian barat pulau Jawa. 


Tak terasa sudah sampai ke lokasi tempat akan diberlangsungkan kegiatan. Aku, Devan, dan Agnia merupakan peserta fully funded yang dibiayai langsung oleh Duta Inisiatif. Juga diminta untuk berangkat lebih awal agar membantu menyiapkan sesuatu yang belum selesai. 


Sedangkan peserta lainnya akan datang di tanggal 7 Februari sore hari. Sesampai di lokasi YFLA, kami membagi kamar dan memutuskan beristirahat. Lalu sepakat akan membicarakan kesiapan acara setelah istirahat siang. 


Aku yang mulanya berusaha menolak tidur, ternyata merebahkan diri mampu membuat mata terbuai dan kesadaran menjadi hilang. 


***

Waktu yang disepakati telah tiba, kami berempat berkumpul dan mendiskusikan segala kebutuhan acara. Tidak berapa lama kemudian empat anak SMA datang. Kami pun saling berkenalan satu sama lain. Lalu lanjut dengan membahas tugas masing-masing. 


Siang itu juga kita berkesempatan makan siang. Sangat menyenangkan sekali, apalagi candaan mereka masih terngiang di kepala sampai hari ini 7 Maret 2024.


***

Satu persatu peserta YFLA datang. Kami berpikir akan langsung memulainya bila telah lengkap. Sayangnya ada kendala yang menyebabkan pembukaan YFLA melewati perkiraan. Beruntungnya masih bisa dikondisikan. 


Seperti halnya kami, para peserta ini juga Duta Inisiatif yang baru pertama kali bertemu secara langsung. Sebuah momen yang bagiku pribadi akan sangat sulit terlupakan. Malu-malu mengenalkan diri, tapi beberapa jam setelahnya saling melempar canda. 


Mengingat semua belum makan malam, akhirnya mengawali pembukaan dengan makan malam bersama. Baru setelah itu registrasi ulang, perkenalan, sambutan dari Kak Yani, pengumuman peraturan, pembagian kamar, dan diakhiri dengan games menjawab pertanyaan di kertas yang sudah dibagikan secara acak. 


Malam itu terasa cepat berlalu dan kita semua perlu menyiapkan  energi untuk hari esok yang panjang. 

.

***

Angin mulai menusuk tulang di sekujur tubuh. Mata perlahan terbuka, kulirik jam di HP ternyata menunjukkan pukul 4 pagi. Lalu ku bergegas bangkit melawan dingin. Terus saja melangkah keluar kamar. Aku melihat mereka semua masih terlelap. Segera ku kembalikan diriku bersujud menuju pemilik Subuh. 


Seperti kataku dalam tulisan sebelumnya, pukul 4 pagi di sana belum subuh. Entah mengapa dari hari pertama di Cibaliung sampai hari terakhir, hampir tiap hari bangun sebelum Subuh. Aku saja terheran-heran, bisa-bisanya perjalanan panjang tidak membuatku tertidur panjang.


Kataku pada mereka, “Apabila aku pulang dari Cibaliung ternyata tidak sakit, berarti hebat dan siap kemana-mana lagi.”


Sembari menunggu Subuh, aku keluar rumah itu menyaksikan langit yang masih gelap. Suasana ini mengingatkan rumah di desa. Sepi dan jarak rumah yang satu dengan lainnya berjauhan. Tidak seperti di kota yang padat.


Azan Subuh terdengar dari corong masjid di bawah sana, segeralah aku kembali ke kamar untuk sholat. Selanjutnya aku membangunkan tim agar mereka sholat dulu. Baru setelah itu peserta. 


Mengapa panitia perlu bangun lebih awal? Karena hari itu kita perlu ke balai desa untuk membuka YFLA secara resmi. Disamping itu, kita juga perlu menyiapkan sarapan pagi. Beruntungnya ada rice cooker sehingga memudahkan kami. 


Koki andalan di acara YFLA ada Rifki dan Alda. Keduanya serba bisa, bahkan saat koperku tak bisa dibuka karena lupa kunci sandi, mereka berdualah yang berhasil memecahkan solusinya. Seketika aku berpikir, keduanya merupakan aset Cibaliung yang tidak boleh dilepaskan begitu saja. 


Pagi itu juga aku, Agnia, dan Devan mencoba jalan-jalan di sekitaran lokasi. Ke utara sedikit kami dihadapkan dengan jalan bebatuan yang sangat terjal. Ternyata di bawah sana ada pemukiman warga. Dari lokasi kami duduk bisa melihat dengan jelas bagaimana matahari terbit dari timur.


***


Post a Comment

0 Comments