Memilih Hobi Sebagai Pekerjaan atau Tidak

Ilustrasi: (Foto:Internet)


duniahalimah.com
—Semua manusia memiliki hobi dalam hidupnya, baik itu menulis, membaca, mendaki, memasak, dan lain sebagainya. Hobi menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah kegemaran, kesenangan; istimewa pada waktu senggang; bukan pekerjaan utama. Hobi merupakan kegiatan luang yang digunakan untuk menghibur diri atau menenangkan pikiran kita.

Hobi yang menjadi pekerjaan akhir-akhir ini tampaknya diminati oleh kalangan muda. Seperti youtuber, influencer, writer, dan lainnya. Berangkat dari itu, bisa disebut hobi menjadi pekerjaan, berawal dari hobi lalu dibayar. Namun realitanya tidak semua orang berada di posisi ini. Apakah itu kamu? Silakan jawab di hati masing-masing.

Sesuatu dilakukan karena hobi, maka sesuatu yang kita lakukan terasa mudah—tanpa merasa tertekan. Hal ini berbeda dengan seseorang yang melakukan sesuatu bukan karena hobi, semisal karena paksaan keuangan. Tentu sesuatu yang ia kerjakan, akan menjadi beban dalam hidupnya. Fenomena seperti ini kerapkali terjadi di kalangan masyarakat luas atau jangan-jangan diri kita sedang berada di posisi itu?

Jika diri kita sedang mengalami kondisi seperti itu, sebaiknya renungkan lagi atas pilihan selama ini. Tidak dapat dipungkiri manusia kerapkali berada di posisi sukar memilih. Antara kokoh dengan hobi, tetapi sukar mendapatkan pendapatan atau memilih bekerja meski tidak sesuai dengan hobi. Akhirnya sebagian orang akan memaksa untuk memilih yang terakhir, asalkan dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari.

Berada di posisi memaksa diri, memang tidak mudah karena bertentangan dengan keinginan. Namun bukan berarti tidak bisa. Nyatanya ada banyak orang yang awalnya tidak suka pada pekerjaannya, lambat laun jadi suka dan menikmati. Hingga bertahun-tahun bekerja di tempat yang sama. Mengapa mereka bisa, sedangkan sebagian kita seringkali mengeluh dengan pekerjaan yang kita pilih? Bukankah setiap yang dipilih adalah konsekuensi. Jika tidak suka dengan pilihan itu, sebaiknya ketika sadar harus segera dihentikan saja, jangan dipaksa. Karena ketika memaksa, artinya sama dengan menyakiti diri sendiri.


Berdamai dengan Pekerjaan

Lagi-lagi kita juga perlu membahas soal bagaimana cara orang yang semula tidak suka dengan pekerjaannya, malah menjadi suka. Meminjam istilah seorang psikolog adalah berdamai. Berdamai dengan pekerjaan artinya menerima sebagai kawan bukan lawan, bukan pula sesuatu yang dibenci. Logoterapi menyebut keadaan damai seperti ini dikatakan meraih meaning full life. Viktor E. Frankl mengatakan, seseorang bisa menemukan makna hidupnya, bahkan dari sesuatu yang menyakitkan. Hal ini telah dibuktikan oleh dirinya sendiri saat ditahan di kamp konsentrasi Nazi.

Baca JugaSegera Berdamai Jika Ingin Hidup Bahagia

Pernah suatu saat ia merasa ingin mengakhiri hidupnya dengan menempelkan  tubuhnya pada kawat pembatas kamp—sebagaimana dilakukan tahanan yang lain. Sayangnya insiden ini tidak terjadi, akibat dia menyadari tentang apa yang dilakukannya. Alhasil dengan sekuat tenaga ia membantu tahanan yang sakit dengan kemampuannya. Padahal di sisi lain, penyiksaan dan kekurangan makanan sering menimpa dirinya.

Menggali Hikmah

Disamping itu, cobalah menggali hikmah dibalik pilihan kita. Apakah memang tidak ada hikmah atau sebaliknya? Dengan menggali hikmah dibalik pilihan kita, diri tidak akan mengeluh dengan keadaan. Setidaknya mengurangi kekecewaan dan kebencian. Karena jika terus menerus menolak, sama saja sedang menggerogoti tubuh sendiri. Akibatnya menjadi psikosomatis, yang mulanya dari kondisi perasaan dan pikiran, beralih menjadi gangguan pada tubuh.

Mulai sekarang, kenali pilihan kita. Jika sudah berani memilih artinya memutuskan menerima konsekuensinya. Cara untuk menerima pekerjaan kita adalah berdamai dan menggali hikmah dibalik pilihan yang telah dibuat. Semoga bermanfaat.

 

Post a Comment

1 Comments

Unknown said…
Mantap mbak Halimah.. semangat sll