Tentang Cerita Koplak di Negeri Koplak

 

Ilustrasi: (foto:pribadi)

Cerita Koplak di Negeri Koplak, sebuah buku yang tamat saya baca hari ini. Jika membaca sekilas judul bukunya mungkin kamu akan berkhayal tentang sebuah negeri dongeng dengan dipenuhi makhluk-makhluk koplak bin kocak. Sepertinya saya berlebihan, tapi tak apa!! Tak perlu tegang-tegang! Di bulan Ramadan ini, hemat tegangan, supaya puasa kamu lancar, jaya, dan sukses. Amin.


Sebuah cerita dikarang oleh seorang putra asal pulau garam, Salman Rusydie Anwar yang diterbitkan pada tahun 2013. Ok-ok Saya tidak sedang meresensi melainkan ingin memperbincangkan saja soal isi buku ini. Warna covernya tak terlalu buruk, tapi tidak terlalu cantik, mengingat saya mendapatkannya sekitar tiga tahun silam. Namun sayang sekali, baru selesai dibaca  hari ini.

Hem, cerita. Pasti sebuah buku yang mampu membawa kita berkhayal kemana-mana. Bahkan tidak ada di dunia nyata. Akan tetapi, tidak dengan buku satu ini, menampilkan cerita wajah sebuah negeri dengan kekoplakannya. Dibalut kalimat yang kadang lucu, kadang semprul, kadang serius.

Semacam buku cerita berisi kritik pada pemerintah beserta wakil-wakil rakyat. Negeri koplak, penuh dengan lelucon yang dapat merangsang rakyatnya acakadul. Buku cerita ini berisi duapuluh enam bab. Keseluruhan ceritanya berpotensi membuat siapa saja memutar fakta di lapangan. Bahkan hingga hari ini apa yang diceritakan masih sangat relevan.

Ada dua tokoh, selain tokoh utama yang bercerita ada Riri dan Ipul. Keduanya begitu menggemaskan, biasanya si Riri lebih banyak memprotes tokoh utama di saat bertahan dengan idealisnya dan si Ipul kadang menegur, seru deh.

Seperti tulisan pertama “Yang Datang Yang Berjanji” si tokoh utama bercerita bagaimana orang asing itu membuat foto dirinya besar-besar, lengkap dengan stelan baju bagus. Dalam gambarnya yang dipampang besar itu dibubuhi kata-kata disamping fotonya, JUJUR, PEDULI, INOVATIF, ASPIRATIF, TEGAS, BERWIBAWA, CERDAS. Selain itu dia berkunjung, kemudian berjanji, untuk memperjuangkan hak rakyat dan memproklamirkan diri untuk dipilih oleh rakyat. Si tokoh utama menggambarkan, bahwa ia tidak pernah kenal dengan orang ini, yang terpenting orang itu sudah memasang fotonya besar-besar, sudah datang ke kampungnya, sempat bersalaman, dan mau foto bersama. Disitu dia sudah merasa cukup dan orang itu pantas dipilih.

Apakah mereka itu pembohong, maling, iblis, kuntilanak? Saya tetap tidak peduli. Orang seperti saya hanya memiliki satu hal yang tak boleh hilang, yaitu harapan, menerima janji. Syukur-syukur janji mereka dipenuhi. Tak dipenuhi pun tak apa-apa. Toh nanti bakalan ada lagi orang-orang baru yang tiba-tiba datang kepada saya memperkenalkan dirinya kepada saya, memberitahu saja kemampuan-kemampuannya, lalu melumuri hati saya dengan janji demi janji. (Hal. 17)

Satu paragraf cuplikan di atas betapa sangat relevan dengan keadaan sebagian rakyat kita, atau mungkin saya atau kamu Tidak pernah kenal siapa calon perwakilan kita, yang penting sudah diajak foto, atau disalami apalagi ditambah dengan amplop. Tanpa pikir panjang memilihnya saja. Janji awal pemilihan pun tak lagi diungkit, malah ngomongnya “Bukan urusanku.” Oh iya, hello! Ini  negara kita, hak kita!! Ok-ok tenang, lanjut dulu!

Ada satu cerita lagi di Bab 9, tentang firman Allah yang dijadikan tameng agar  rakyat tergiur dan memilih partai mereka. Dulu parpol masih terbatas pada Golkar, PPP, dan PDI, beda dengan sekarang banyak banget. Tiga partai ini saling adu kekuatan dengan mengambil ayat Alquran untuk kepentingan mereka. Golkar menggunakan surah Ibrahim ayat 24 dan 25, PPP menggunakan Al-Maidah ayat 99, dan PDI Al-Baqarah ayat 70. Ok, ini dulu, bagaimana dengan sekarang jumlah parpol semakin meningkat? Berapa banyak mereka yang menggunakan firman Tuhan untuk menyakinkan kita-kita ini? Jawab sendirilah.

Pada Bab 9 ini ada satu hal menarik yakni soal berjamaah. Berjamaah identik dengan ibadah, sedangkan perkumpulan disebut jam’iyyah. Berjamaah yang menakutkan adalah ketika korupsi berjamaah. Kalau sendirian, agak keder ya. Tapi kalau bareng-bareng bisa yang buruk jadi baik, karena dikerjakan bersama-sama. Ampun dah! Ini pun relevan dengan sekarang, seajalan dengan ucapan sayyidina Ali, “Kebaikan yang tak terorganisir akan kalah dengan kejahatan yang tersismatisir.” Udah cukup sampai di sini saja, mau baca lengkap bisa pinjam saya, atau boleh lah pesan!

Baca Juga:

*)Telah terbit di kamianakpantai.com pada tanggal 9 Mei 2021
 
 

Post a Comment

0 Comments