Mulai Menulis dari yang Sederhana

Ilustrasi: (foto:internet)

duniahalimah.com--Kegiatan menulis di masa pandemi menjadi aktivitas yang diburu oleh orang-orang. Fakta ini bukan lagi sekadar sebagai hobi, tetapi dijadikan sebagai solusi untuk mengisi kekosongan, dan syukur-syukur jika menulis mendapatkan bayaran. Hal ini terbukti dengan banyaknya even belajar menulis, lomba menulis, baik itu membuat karya fiksi dan non fiksi.

Setiap orang tentu bisa menulis. Menulis adalah lisan kedua, bedanya jika berucap dengan lisan munculnya berbentuk suara, sedangkan menulis lahirnya berbentuk deretan kata. Akan tetapi setiap orang memiliki beragam hambatan di saat menulis, salah satunya adalah “stag” atau biasa dikenal dengan writer block.[1]

Writer Block merupakan sebuah kondisi di mana keadaan seorang penulis tidak memiliki ide untuk menuangkannya dalam bentuk tulisan. Sedangkan wikepedia menyebut keadaan ini sebagai situasi saat penulis mengalami kebuntuan dalam mendapatkan gagasan barunya. Menyitir dari sebuah tulisan di laman website arrahim.id—yang pernah kubaca beberapa bulan lalu—tips untuk menghindari dari kondisi kebuntuan menulis. Tulisan itu mengangkat tips dari Kiai Ihsan Jampes, di mana saat beliau akan menuangkan tulisan dalam karyanya, beliau melaksanakan salat sunnah dua rakaat. Penulis esai itu pun di akhir tulisannya juga mengatakan, saat menulis tulisan itu dia mengambil wudu terlebih dahulu.

Salah satu tips yang ditawarkan oleh Kiai Jampes menurutku sangatlah bagus untuk kita biasakan. Apalagi beberapa penulis sempat berkata, jika menulis dengan melibatkan hati maka sampailah kepada hati juga. Apalagi jika saat menulis dalam keadaan suci? Seorang ulama terkenal (aku lupa namanya) saat menulis karyanya tidak pernah lepas dari wudu. Hal ini jadi senada dengan apa yang pernah kudengar dari ceramah Dr. KH. Lukman Hakim, sebaiknya dalam melaksanakan kegiatan hendaknya kita berwudu.[2] Selain itu dalam kitab ta’lim juga disebutkan saat kita belajar hendaknya menyucikan diri sebagai cara kita memuliakan ilmu.

Mari kita kembali kepembahasan pertama…

Terkadang aku berpikir, banyak hal di sekitar kita yang sederhana, namun memiliki makna luar biasa. Bahkan Jika hal remeh temeh itu ditulis, akan menjadi sebuah tulisan yang begitu menakjubkan. Tentang orang-orang berjalan di trotoar, naik kendaraan, berjualan, tertawa, hingga hal-hal yang hampir sama sekali tidak pernah terpikir dalam benak setiap orang. Seperti halnya tingkah laku semut, di mana ia begitu kompak dalam memerintahkan kawanannya. Mereka sangat kompak, jika ada makanan mereka akan mengangkatnya bersama-sama. Tentu jika hal sederhana ini ditulis serta diambil hikmahnya, akan menjadi sebuah karya luar biasa.

Tidak jarang, aku sendiri menertawakan apa yang kulihat, kurasakan, kupikirkan, dan yang sedang kulakukan. Semua begitu tampak lucu, ya sangat lucu. Apalagi ketika melihat pertikaian, percekcokan, di mana semua timbul karena pandangan setiap pribadi. Tentu ini bagiku menjadi sebuah inspirasi untuk ditulis.

Kita bisa melihat bagaimana karya-karya monumental lahir bukan dari sesuatu yang mbulet, tapi asal muasalnya dari memekakan telinga. Membiasakan rasa, kemudian menuangkannya dalam deretan kata. Menjadi rangkaian kalimat, terbentuklah paragraf, hingga menjadi  bacaan utuh.

Sejatinya sederhana, namun pandangan kita saja kerapkali memandang sesuatu tampak sukar. Padahal dalam dunia hypnosis dikatakan kenyataan tidaklah seburuk dalam pikiran.
Semoga bermanfaat..

Baca Juga: Mengapa Kamu Menulis? Ini Alasannya
 

[1] Istilah stag sebenarnya belum ada yang menyebutnya, namun aku sendiri menyebut nya begitu. Hal ini didasarkan dari kata stagnan dalam KBBI yang memiliki makna terhenti.
[2] Serupa lagi dengan perkataan kakak tingkat dalam komunitas Whirling juga menyebutkan, saat mencuci pakaian whirling hendaknya dalam keadaan suci, serta membaca selawat.


Post a Comment

0 Comments