Bulan Juli di Rumah

rumah
Sumber gambar: internet


duniahalimah.com--Tanpa terasa sudah berganti bulan. Lengkap sudah tidak mengunggah tulisan di blog dan fokus menulis di Instagram karena tantangan menulis Amatir Writer Indonesia. Tepat tanggal 30 Juli 2023 berhasil menyelesaikan misi menulis konsisten selama tiga puluh hari. 


Sebetulnya celoteh kali ini tidak khusus berbicara tentang tantangan menulis, akan tetapi lebih jauh dari itu. Sebulan ini ada banyak hal yang terjadi. Mungkin sebagian kisah setiap hari lupa dan sebagiannya masih lekat diingatan. 


Selama bulan Juli sampai tanggal 22 Juli saya habiskan di rumah. Berkumpul dengan keluarga dan menikmati setiap suasana di sana. Kalau sudah di sana rasanya tidak ingin kembali merantau. Walau celoteh Emak dan Bapak kadang membuat tertawa, kondisi itulah yang selalu dirindu.


Bertahun-tahun di perantauan mengajarkan banyak hal, salah satunya betapa berharganya berkumpul dengan keluarga. Hidup yang sederhana dan sangat dekat dengan alam. Kadang terpikir, betapa orang tua saya sangat hebat. Meski tidak pernah menuntaskan bangku sekolah. 


Jika menulis tentang itu, bawaannya ingin selalu menangis. Beliau-beliau adalah support system utama sampai seusia ini. Manusia hebat, guru pertama saya mengenal artinya hidup, berproses, dan berjuang. 


Keduanya kerapkali mengisahkan tentang bagaimana kehidupan kecilnya penuh dengan kekurangan dan keterbatasan. Keinginan untuk mengenyam pendidikan tidak mendapatkan dukungan. Memang waktu itu akses pendidikan sangat sulit, apalagi bagi bapak saya yang tinggal di desa. Untuk makan sesuap nasi saja perlu menumbuk lebih dulu, sedangkan yang mau makan bukan hanya tiga orang tapi hampir selusin. 


Jangankan akses pendidikan, pasar pun sangat jauh dan belum ada kendaraan seperti sekarang. Cerita Emak juga tidak kalah menyedihkan, jika saat sekolah dasar dulu sambil berjualan kue-kue buatannya, seperti pisang goreng, donat, dan sebagainya. Jualannya itu di pagi hari sebelum kelas di mulai. Ketika akan masuk kelas jualannya habis dan bila belum habis, maka disembunyikannya. 


Entahlah, malam ini sepertinya saya sedang merindukan orang rumah. Termasuk adik saya yang saat kecil seringkali gendong di punggung. Kini sudah sekolah menengah kejuruan. Dia begitu disiplin, rajin, dan cekatan. Pagi-pagi bangun, lalu salat subuh, setelah itu lanjut membersihkan kandang sapi. Baru setelah selesai ia akan bersiap-siap untuk berangkat sekolah. Dia begitu semangat sekolah dan bapak terbantu karena keuletannya. Selama di rumah, saya melihat ia juga suka menanam sayur-sayuran. Dulu sekecil itu, kini sudah bisa melakukan banyak hal. 

Begitulah rumah yang kerapkali dirindu. 


Post a Comment

0 Comments