Perjalanan ke Mojokerto Acara HMP Tasawuf dan Psikoterapi

Ilustrasi: (Doc. HMP Tapsitera) 


Hari Selasa 10 Januari 2023 Saya berkesempatan berbagi pengetahuan dengan mahasiswa Tasawuf Psikoterapi angkatan 2022. Rasanya sangat bahagia bisa hadir di tengah-tengah anak muda. Apalagi ini pertama kalinya berangkat ke Mojokerto sendirian. Beruntungnya dijemput oleh panitia di terminal Mojokerto. 

Saya berangkat selepas subuh dari rumah. Namun sangat disayangkan bus ke arah Surabaya belum muncul. Alhasil baru mendapat bus sekitar pukul setengah enam pagi. Setelah itu, saya memilih berhenti di terminal Probolinggo untuk mencharger HP dosen saya. Sesudah itu saya menaiki bus yang ternyata masih menunggu penumpang banyak. 

Sembari menunggu, saya habiskan waktu dengan membaca buku Man Search for Meaning of Life. Entah sudah berapa kali hatam, tetapi berkali-kali itu pula sedih membacanya. Lumayan lama saya terdiam membaca, hingga saatnya bus berangkat. 

Sepanjang perjalanan bus berangkat sangat lambat. Sekitar pukul setengah 11 masih berada di wilayah Pasuruan. Baru sampai ke Bungurasih pada pukul 12 kurang. Artinya saya sudah terlambat. 

Beruntungnya bus ke arah Mojokerto mudah didapat dan cepat berangkat. 

Selama perjalanan mata terus menatap ke jendela. Menikmati setiap ornamen semesta yang tercipta di negeri Majapahit. Sekitar satu jam, akhirnya sampai dan selanjutnya saya perlu menunggu jemputan. 

Hari itu menjadi sejarah yang begitu besar, karena ini menjadi pengalaman pertama ke Mojokerto sendiri.

Selang beberapa lama, seorang panitia menghampiri saya dan mengajak saya berangkat. Selama di perjalanan, banyak hal yang kami bicarakan.

Tentu seputar dunia kampus dan beberapa tips yang mereka ingin tahu. Meski pada awalnya mereka tampak malu-malu untuk bertanya. Saya berpikir, ketika di luar kelas, kita bisa berteman. Apalagi saya adalah alumni prodi Tasawuf Psikoterapi sendiri.

Selang beberapa waktu sampailah di lokasi. Benar-benar indah dan saya pikir ini acara kampus yang paling mewah. Luas villa yang begitu besar dan juga tinggi, dilengkapi pula dengan kolam renang, lapangan, deretan kamar mandi yang berjejer, dan keindahan alam yang terbentang luas di sekitarnya.

Saya disambut hangat oleh panitia dan pengurus HMP. Kemudian nama saya dipanggil oleh MC. Pad saat itulah saya menuju ruangan dengan kapasitas lumayan besar. Adik-adik mahasiswa angkatan 2022 terlihat antusias dan hanya sebagian yang terlihat mengantuk. Ya tentu sangat wajar jika mengantuk, mengingat suasana yang begitu mendukung dan jam-jam siang adalah waktu mengantuk.

Meaning of Life dengan Syukur

Selepas MC menyerahkan kuasa penuh atas ruangan itu, saya segera mengucapkan salam. Selanjutnya mengajak seluruh peserta dan panitia untuk membaca sholawat bersama dengan harapan mendapatkan syafaat Rasulullah. Kemudian lanjut ke materi. 

Pada dasarnya saya membahas Meaning of Life, namun sepanjang acara terlihat lebih banyak sharing soal pengalaman. Beberapa kali listrik terputus yang mengakibatkan power point yang saya buat terganggu untuk ditampilkan. Namun itu semua bisa diatasi dengan cara sharing pengetahuan yang saya alami selama ini. Sembari sesekali diselingi dengan berinteraksi dengan peserta. 

Bicara soal meaning of life tidak terlepas dengan salah satu mata kuliah yakni Logoterapi. Sebuah teori yang dicetuskan oleh Viktor Emil Frankl. Berasal dari dua kata yakni Logos berarti makna dan Therapy diartikan penyembuhan. Dengan demikian, Logoterapi berusaha menyembuhkan seseorang dengan menemukan makna.

Si Frankl memiliki satu buku autobiografi yang menjadi pengalaman paling berharganya selama di kamp konsentrasi. Bukunya berjudul Man's Search For Meaning yang telah diterbitkan dalam berbagai bahasa termasuk bahasa Indonesia. Alih-alih terlalu banyak bicara soal kejahatan di kamp konsentrasi, malah Frankl lebih dominan memperbincangkan sisi lain dari kamp konsentrasi. Menurutnya ada tiga cara untuk menemukan makna hidup yakni nilai kreativitas, nilai pengalaman, dan nilai tindakan. Maksud dari nilai kreativitas adalah seseorang bisa mendapatkan makna melalui pekerjaan dan hobi yang ditekuninya. Sedangkan nilai pengalaman bicara soal menemukan makna dari hal-hal pengalaman seperti cinta dan spiritual. Terakhir melalui nilai tindakan yakni seseorang bebas merespon penderitaan. 

Sedangkan kajian syukur adalah salah satu cara untuk mendapatkan makna hidup sehingga seseorang tidak akan fokus pada sisi buruk dari sesuatu, akan tetapi sisi positifnya. Ada banyak hal yang bisa disyukuri dalam hidup ini yang membuat seseorang meras hidupnya berarti. Ketika seseorang sudah merasa berarti, maka ia akan menjalani hidup dengan penuh bahagia dan menerima. 

Bahkan kata Frankl di balik penderitaan seseorang pun bisa menemukan makna. Di dalam Islam pun kita senantiasa diminta melihat hikmah dari segala sesuatu. Ketika mendapatkannya berapa banyak hal yang belum kita tahu sehingga menjadikan kita berdamai dengan keadaan. 

Menginap di Villa

Selepas mengisi acara, bukannya segera pulang ke rumah. Malah panitia menawarkan untuk menginap. Kata mereka sudah ada kamar yang disediakan. Mengingat perjalanan yang begitu jauh dan pegal-pegal belumlah usai. Alhasil saya mengiyakannya. 

Sepanjang di villa, saya mendapati banyak hal. Berbagi cerita dengan orang-orang yang saya temui. Hingga di malam harinya saya bertemu dengan mahasiswa UIN Tulungagung. Saya sempatkan menemuinya. Kemudian banyak bercerita tentang perjalanan Forum Komunikasi Mahasiswa Tasawuf Psikoterapi. Selanjutnya Saya berpindah ingin melihat malam inagurasi peserta ospek. Sesampai di bawah aula, saya bertemu Iqbal salah satu kawan yang juga diundang mengisi acara. Kata dia akan ada teman-teman seperjuangan ketika di strata satu. Melihat mereka saya benar-benar dibawa ke masa lalu. Meski di hari itu terasa banyak perbedaan yang muncul. Seperti bagaimana cara kami bersikap  kepada satu sama lain. Malam itu menjadi malam panjang yang sedang bernostalgia tentang masa kuliah. Hingga sampailah pada permintaan panitia untuk kami ikut berperan dalam acara jerit malam.

Malam terasa sangat panjang hingga pukul satu dini hari seluruh peserta dibangunkan untuk melakukan kegiatan jerit malam ini. Aktivitas semacam itu selalu mengingatkan saya pada masa lalu ketika menjadi mahasiswa. Rasanya masih belum move on. Apalagi ketika zikir, sholawat, dan syair Abu Nawas diperdengarkan. Seketika tangis membanjiri pipi. 

Dulu saya bertanya-tanya mengapa ada aktivitas di malam hari semacam itu. Namun dengan bertambahnya waktu saya jadi paham, kegiatan jerit malam ini membantu mahasiwa menguatkan mental, mempererat ikatan sesama mahasiswa, dan mengajarkan keberanian serta tanggung jawab. 

Sekitar ada tiga pos yang harus mereka lalui. PJ pendamping terlihat sabar memandu adik-adiknya yang tengah ditutup matanya. Baru dibuka setelah mencapai pos. Ada banyak pertanyaan yang dilayangkan oleh kakak panitia dan jika tidak bisa menjawab kakak panitia akan meninggikan suaranya. Barangkali bagi mereka yang tidak biasa mendengar suara teriakan akan kaget, tapi ini adalah bagian dari uji mental untuk membela diri. Pada dasarnya semua panitia memiliki suara yang lembut, hanya saja di situasi semacam itu mereka harus berperan ganda agar mereka memiliki tanggung jawab terhadap setiap pertanyaan yang harus mereka jawab. 

Saya sempat dipandu oleh salah satu panitia untuk melihat setiap pos. Hingga saya berhenti di pos ketiga. Di sanalah saya diminta duduk dan ikut berkontribusi menanyakan beberapa hal terkait materi. Saya juga menanyakan kesungguhan mereka untuk belajar di prodi ini. Sungguh saya sangat terharu di bawah sinar bulan terlihat samar-samar memperlihatkan wajah adik-adik itu yang terlihat cukup tegang dan sisi lain mengantuk. Ada banyak perubahan di prodi Tasawuf dari pertama kali saya masuk hingga sekarang. Saya acungi jempol, setiap tahun kualitas mahasiswanya bertambah bagus.

Singkat cerita, lanjut ke sesi pembaiatan sekaligus prosesi mencium bendera HMP. Sebelum itu, panitia sudah merencanakan untuk memainkan drama kecil sehingga memanaskan suasana di seperempat malam ini. Ketika situasi tengah memanas antara peserta dan panitia, barulah kawan-kawan saya alumni TP 2016 menjadi penengah. Menyaksikan itu, sekali lagi saya dibuat bangga. Betapa mereka mampu memainkan banyak hal selain belajar, termasuk berdrama. Persoalan sudah usai dengan damai, barulah proses pembaiatan dan mencium bendera HMP dilaksanakan. Terakhir saling bersalam-salaman dan peserta diarahkan menuju kamar masing-masing untuk istirahat dan sholat shubuh. 

Sedangkan alumni memilih untuk bersiap-siap pulang. Sedangkan saya memilih untuk pergi istirahat. Mata terasa sangat berat dan saya sadar tubuh butuh istirahat setelah perjalanan begitu panjang dan naik turun tangga di Villa Cahaya ini terasa lengkap sakitnya

Singkat cerita, lanjut ke sesi pembaiatan sekaligus prosesi mencium bendera HMP. Sebelum itu, panitia sudah merencanakan untuk memainkan drama kecil sehingga memanaskan suasana di seperempat malam ini. Ketika situasi tengah memanas antara peserta dan panitia, barulah kawan-kawan saya alumni TP 2016 menjadi penengah. Menyaksikan itu, sekali lagi saya dibuat bangga. Betapa mereka mampu memainkan banyak hal selain belajar, termasuk berdrama. Persoalan sudah usai dengan damai, barulah proses pembaiatan dan mencium bendera HMP dilaksanakan. Terakhir saling bersalam-salaman dan peserta diarahkan menuju kamar masing-masing untuk istirahat dan sholat shubuh. 

Alumni mahasiswa TP angkatan 2016 memilih untuk bersiap-siap pulang. Sedangkan saya memilih untuk pergi istirahat. Mata terasa sangat berat dan saya sadar tubuh butuh rehat. Sekitar pukul 5 pagi saya terbangun dan lanjut sholat subuh. Kemudian saya memilih merekam pemandangan di sana. Setelah itu memilih untuk mandi dan berjalan-jalan. Sepanjang pagi itu masih berjumpa dengan adik-adik panitia dan bertukar pikiran kembali. Rasanya saya terlalu banyak bicara. Anehnya tidak terasa capek. Sempat pula berfoto bersama dengan mahasiswa TP angkatan 2021. Ya, cukup lama hingga memilih untuk kembali ke kamar. Di sana saya melihat mahasiswa UIN Tulungagung yang tidur sekamar dengan saya sudah siap-siap untuk pulang. Setelah mereka pergi, akhirnya saya sendiri bersiap-siap. Meski pada akhirnya tertidur lagi. Baru bangun pukul 9 pagi dan terasa tak baik-baik saja. 

Saya segera memilih untuk turun membawa barang bawaan yang jumlahnya sangat kecil. Namun tidak jadi, karena Maretta salah satu panitia dibidang konsumsi membawa sepiring nasi lengkap dengan mie dan sebotol air mineral. Akhirnya saya makan ditemani oleh mahasiswa itu. Sesudah itu saya turun bersamanya untuk bersiap-siap pulang. 

Saya menuju ruang kesehatan dan meminta minyak kayu putih. Barulah lanjut ke pintu depan untuk menemui panitia yang akan mengantar. 

Kembali ke Lumajang

Usai berpamitan kepada sebagian panitia, saya menaiki kendaraan yang akan membawa saya ke terminal. Sepanjang perjalanan saya dibuat takjub kembali dengan karya seni ciptaan Allah. Lereng gunung, pepohonan, dan jalan berkelok-kelok. Ada tiga orang yang mengantar dan satu di antaranya menyetir. Sepanjang perjalanan kami berbincang sebentar dan tidak terasa saya ikutan terlelap. Cukup lama kami diperjalanan hingga sampailah ke terminal. Saya ucapkan terima kasih atas kesediaan mereka mengantarkan saya. 


Sesudah itu kaki melangkah menuju terminal dan saya melihat bus kuning berbadan tua di depan kacanya bertuliskan Mojokerto-Pasuruan. Saya mendekatinya dan bertanya kepada seorang bapak. Apakah bisa ke Pasuruan? Kata bapak itu bisa. Saya terus bertanya hingga semua pertanyaan usai terjawab oleh sopirnya sendiri. 


Akhirnya menaiki bus tua itu. Saya memilih duduk di kursi depan kedua. Sembari menunggu Saya memainkan handphone dan kadang mencoba untuk tertidur. Cukup lama menunggu hingga bus akhirnya berangkat. 

Sepanjang jalan, mata lebih banyak tidur. Beberapa penumpang naik dan turun. Hingga sampailah di wilayah Japanan. Saya pikir akan turun di situ, ternyata masih lanjut hingga terminal Pasuruan. Sesampai di sana saya turun dan seorang bapak-bapak menanyakan mau kemana. Setelah tahu bahwa saya akan ke Lumajang, ia pun menyuruh untuk menyebrang jalan dan menunggu bus di sana. Saya menurutinya dan Saya melihat dua orang pengamen di sana. Saya diberikan tempat duduk oleh mereka untuk menunggu bis. Kemudian seorang perempuan datang dan duduk didekat Saya. Tanpa rasa segan Saya dekati dan mencoba berkenalan. Betapa sangat berubah Saya mendapatkan kenalan baru. 

Bus datang dan kami (aku dengan kenalan baru? Segera menaiki bus. Begitupun dengan dua pengamen tadi. Ketika di dalam bus kami bertukar nomor HP dan saling bertanya satu sama lain. Ternyata ia berasal dari Probolinggo dan hampir setiap hari selalu pulang pergi dari Pasuruan. 

Bus terus melaju dan tak terasa sudah sampai di terminal Bayuangga. Kenalan baru di samping tempat Saya duduk turun dan bus lanjut lagi. Lalu bus melalui tol Probolinggo. Lagi-lagi Saya mengambil kesempatan untuk merekamnya. 

Semua berjalan sangat lancar dan sekitar pukul 17.00 WIB sudah sampai di rumah. Begitulah cerita sepanjang perjalanan ke Mojokerto. Meski Saya sangat sadar perjalanan itu tak sesingkat tulisan ini.

Post a Comment

0 Comments