Ramadan di Perantauan

Ilustrasi: (foto:internet)


duniahalimah.com- Pandemi telah membawa orang perantauan terjebak di tanah orang. Akses kendaraan umum ditutup, keluar rumah memakai masker, jaga jarak aman, dan segala kebiasaan lainnya dibatasi.

Masih terngiang jelas bagaimana rasanya tidak bisa berbuka dan sahur dengan orangrumah. Ya, tahun pertama pandemi Saya berada di perantauan.

Sholat terawih biasanya dilaksanakan di rumah sepupu, malah tahun itu terpaksa memberlangsungkan terawih di dekat klinik. Tahun 2020 (awal pandemi) saya tinggal sendirian di klinik dosen. Di sinilah terasa lengkapnya penderitaan.

Ketika adzan maghrib berkumandang, hati terasa bergetar dan terbayang kenyamanan bisa berbuka dengan bapak, ibu, dan adik. Akan tetapi, Ramadan kali itu berbeda, bahkan hingga takbir hari raya dikumandangkan, saya tidak pulang.

Merasakan pengalaman itu, saya jadi tersadar. Betapa berharganya berbuka dan  sahur di rumah. Beruntungnya tahun  kemarin 2021, penderitaan tahun sebelumnya tidak terjadi lagi. Lengkap sebulan menikmati ramadan di rumah, begitu pun dengan hari raya.

Biasanya Emak akan bangun lebih awal untuk menanak nasi, sebab bapak tidak suka jika nasinya dingin. Setelah matang, Emak akan membangunkan seluruh anggota rumah untuk sahur bersama.

Sangat sukar rasanya untuk bangun sahur, tetapi dibandingkan dengan di perantauan, inilah momen yang selalu saya rindukan. Di rantau tidak ada siapa-siapa yang membangunkan, nyaris seringkali kelewatan.


Baca Juga: Ingatan Anak Rantau Saat Ramadan


Ketika menghidupkan alarm, malah ketika berbunyi dimatikan. Memang berbeda sekali, antara menikmati bulan Ramadan di rumah dan di perantauan. Jikalau dihitung, sebetulnya sudah bertahun-tahun lalu menikmati ramadan di perantauan. Tiga tahun di pesantren, baru pulang ke rumah menginjak –h seminggu ke hari raya. Kemudian lanjut ke Surabaya, kadang bulan Ramadan masih kuliah dan pulangnya tidak menentu.

Bagi sebagian orang yang tidak pernah merantau, mungkin menganggap di perantauan itu enak, apalagi hidup di kota besar. Namun, berbeda ketika sudah merasakan hidup di tanah orang. Senada dengan kiasan bahasa Madura, “Nyaman bedeh neng oreng” artinya nyaman itu ada di orang.

Saya selalu berharap semoga tahun ini dan seterusnya bisa menikmati Ramadan bersama keluarga besar di rumah. Amin.

 Baca Juga: Ternyata Puasa  Bisa Dijadikan Terapi

Post a Comment

0 Comments