Pertarungan Pemikiran

Ilustrasi: (Foto: Internet)

“Setiap kita bertarung dengan pemikirannya sendiri”


Quotes ini sempat saya tulis pada tanggal 21 November 2020 dengan tanpa sengaja di grup kecil WA. Saat itu kepala saya berisi tentang pertanyaan, bagaimana orang-orang berpikir? Bukankah setiap orang memiliki pikiran dan pandangan yang kerapkali dipertentangkan akibat tidak sejalan.  Biasanya saya menemukan ini di lingkungan sosial masyarakat, baik secara online maupun offline.


Tidak jarang kita menemukan adanya pikiran dan pandangan tidak sejalan, bukan? Bahkan sesama anggota keluarga; bapak dan anak tidaklah sama dalam memandang sesuatu. Apalagi sekelas bangsa dengan jutaan anak-anaknya. Mesti berbeda, hal ini sebetulnya dipengaruhi oleh latar belakang setiap kepala.


Setiap kita tentu paham, jika tiap orang memiliki latar belakang dan pengalaman berbeda. Di saat melihat sesuatu, mesti ia akan memandang dari sudut yang diketahuinya selama ini. Misal bagi seseorang berlatar psikolog, dia akan melihat persoalan cenderung pada sisi psikologi; seseorang berlatarbelakang hukum, maka akan melihat persoalan dari kacamata hukum, dan dua orang ini tidak akan memandang sesuatu dari luar latar belakangnya.


Baca Juga: Belajar Kepada Pujangga untuk Dunia


Seseorang yang tidak memahami hukum, tentu ia akan kelabakan dengan pasal-pasal termaktub di buku hukum. Jika dipaksa berkomentar dengan hukum pastilah tidak semaksimal orang lain yang mumpuni dibidang hukum. Seandainya berkomentar tentang itu, bisa saja kacau balau dengan jawabannya. Hingga berujung pada salah pemahaman dan menyebabkan permasalahan semakin keruh.


Mendapati ini saya jadi teringat dengan kisah Imam Malik yang memilih untuk tidak berkomentar. Kala itu seseorang datang kepada Imam Malik untuk menanyakan suatu hal. Akan tetapi Imam Malik memilih tidak menjawab pertanyaan itu. Lagi-lagi orang itu mendesak, namun sang imam tetap saja menolak. Sebagian dari kita tidaklah asing dengan nama cendekiawan satu ini, ia merupakan ulama besar. Ia adalah imam besar di masanya, tapi dengan tidak gengsi dia berkata tidak tahu.


Sekelas Imam Malik berani berbicara tidak tahu, bagaimana dengan kita? Fenomena yang terjadi malah kebalikan dari sikap Imam Malik. Banyak orang berkomentar dengan bebas, tanpa tahu apa yang dikomentarinya. Tanpa tahu apa pembahasannya dan kapasitas dirinya. Alhasil terjadilah komentar-komentar serabutan yang menyebabkan pertikaian. Kejadian ini bisa ditilik lebih dalam khususnya di media online. Banyak kita temukan di media sosial, dengan mudah orang, menduga, menghakimi salah, benar, dan lain sebagainya. Padahal, sejatinya dirinya tidak mampu membahas soal itu.


Ya, saya pikir semua orang sedang bertarung dengan pemikirannya sendiri!!


Beli Buku Kuliah hanya di Jejak Books Store



 

 

Post a Comment

0 Comments