MEMBACA POSTINGAN DENGAN KACAMATA MASLOW

Bicara persoalan manusia tidak akan pernah selesai. Mulai dari menyoal tentang kepentingan pribadi hingga umum. Adalah suatu hal yang wajar karena terbukti hingga detik ini berbagai akademisi berlomba-lomba untuk mengkajinya. Baik dari Barat hingga timur sudah banyak menemukan teori dalam mengatasi persoalan dan rahasia dalam diri manusia. Akan tetapi sampai sekarang, tetap saja ada dan selalu ada.

Seperti halnya akhir-akhir ini betapa marak di media sosial, baik Instagram, Tiktok, WhatsApp, Telegram, Twitter, Facebook, You Tube, dan lainnya digunakan. Alih-alih bukan hanya sebagai ajang komunikasi saja, tetapi lebih dari itu. Seperti berbisnis, mengaktualisasikan diri, hingga menjadi ajang propaganda. Ini tentu sesuatu yang sangat lumrah seiring dengan penemuan-penemuan untuk menjawab persoalan manusia. Namun itu semua menjadi persoalan baru, ketika ternyata kecanggihannya dialih fungsikan kepada hal-hal negatif.

Contoh kecilnya seperti mediaInstagram, sebagai salah satu media sosial dengan menyediakan fitur gambar dalam postingan feed maupun story membantu seseorang mengekspresikan diri, wadah komunikasi, hingga dijadikan media promosi penjualan. Tentu ini sangat memberikan profit bagi pemakaianya. Akan tetapi di sisi lain, juga memberikan dampak buruk bagi seseorang.

Bukankah seringkali kita temukan bagaimana ekspresi generasi pengoperasi media sosial itu menampilkan dengan sesuatu yang terkesan vulgar, bahkan dikatakan aneh dan berbahaya. Seperti membuat konten prank sampah, joget tidak wajar, hingga rela bergaya aneh, demi sebuah followers dan like. Ini tentu sangat tidak mencerminkan generasi penerus yang dicita-citakan oleh leluhur bangsa.

Jika ditilik dari kacamata teori Abraham Maslow, generasi-generasi seperti itu ada indikasi pada hierarki yang tidak sepenuhnya lengkap. Abraham Maslow seorang psikolog Amerika yang lahir pada tanggal 1 April 1908 di Newyork, Amerika. Keturunan Yahudi tidak berpendidikan, namun berharap anak-anaknya mengenyam pendidikan.

Teori yang dicanangkannya berbeda dengan sebelum-sebelumnya, di mana tampak tidak memanusiakan manusia. Freud sebagai aliran pertama dengan teori psikoanalisisnya dan Johan B. Watson dengan behaviorisme. Jika aliran pertama menitik beratkan pada kesadaran sedangkan kedua menekankan pada tingkah laku. Di sinilah ia tidak setuju dan menjadi pelopor bedirinya aliran psikologi baru humanisme.

Dalam paragraf sebelumnya, saya menyebutkan bahwa Maslow memiliki teori hierarki kebutuhan manusia. Pertama kebutuhan fisiologis seperti makan dan minum, kedua kebutuhan keamanan dan perlindungan, ketiga kebutuhan akan dicintai, keempat kebutuhan akan harga diri dan penghargaan, terakhir aktualisasi diri. Kebutuhan-kebutuhan ini harus terpenuhi dalam diri manusia, jika salah satunya tidak ada maka tidak akan mencapai tingkatan setelahnya. Dan parahnya seseorang itu akan mencari pelarian untuk mendapatkannya.

Saat teori Maslow tentang hierarki ini dikaitkan dengan fenomena generasi sekarang, di mana sangat tampak dengan segudang kreasinya—bahkan bisa mengancam nyawanya. Ada sesuatu dalam diri mereka yang tidak terpenuhi, yakni kebutuhan untuk dihargai. Hal ini bisa ditilik dari bagaimana keluarga, sekolah, dan seluruh  lingkungan memperlakukannya. Ketika seseorang kurang mendapatkan kebutuhan dihargai, maka ia akan mencari jalan untuk memenuhinya. Seperti memposting foto narsis, video vulgar, dan beragam cara lainnya.

Fenomena ini barangkali sudah menjadi hal biasa, ketika ada seorang anak muda atau bahkan orang dewasa membuat postingan berlebihan. Namun ketika ditelisik lebih dalam ternyata ada sesuatu dalam dirinya yang kurang terpenuhi. Biasanya kejadian ini timbul, karena kerapkali dikucilkan dalam lingkaran keluarganya, teman-temannya, bahkan dari orang yang mereka sayang.

Mendapati ini marilah kita tilik kedalaman diri, apakah sudah bertindak wajar atau malah sebaliknya.

Semoga bermanfaat.


Butuh Hunian Murah klik Di sini atau klik Gambar

Post a Comment

0 Comments