TINGKATKAN RESILENSI DI TENGAH COVID-19

duniahalimah.com--Setiap perjalanan hidup seseorang, tidak pernah terlepas dari kesusahan, kesedihan, kebahagiaan, dan kesenangan. Sangat memungkinkan jika seseorang berada di titik akhir dalam hidupnya. Merasa tidak berguna sama sekali, kecewa, putus asa, dan tidak memiliki harapan untuk menjalani hidup. Menukil terminologi Viktor Frankl kondisi seperti ini disebut tidak mampu memaknai hidupnya. Alhasil kebanyakan dari mereka tidak memiliki semangat, harapan, dan cenderung ingin mengakhiri hidupnya.

Fenomena terbaru, dilansir dari cnnindonesia.com (17/05) salah seorang PDP (Pasien dalam Penanganan) di Rumah Sakit Jatinegara, Jakarta Timur, melakukan aksi nekatnya dengan cara melompat dari lantai 4. Beberapa saksi mata menyatakan bahwa  sebelum kejadian itu terjadi, pasien meminta untuk pulang.  Saksi mata itu menambahkan pasien itu keluar jendela dan melompat. [1]

Pada situasi pandemi seperti ini, segala kemungkinan memang terjadi, khususnya gangguan psikologi seseorang. Ketakutan-ketakutan berlebihan hingga berujung pada depresi. Apalagi para ODP (Orang dalam pemantauan), PDP (Pasien dalam Pengawasan), serta Positif Covid-19. Mereka semua rentan bukan hanya terjangkit sakit pada fisiknya, tapi juga psikisnya. Lain halnya kita-kita ini yang setiap hari mengonsumi berita-berita persoalan Covid-19, sangat mungkin akan terpengaruh dan menyebabkan ketakutan berlebihan. Padahal dalam dunia psikologi ketakutan berlebihan ini dapat menyebabkan timbulnya gangguan. Gangguan ini  muncul seperti ketakutan kepada ancaman yang belum nyata terjadi.

Di sinilah meminjam istilah psikologi, seseorang perlu resilensi dalam menghadapi pandemi. Reivich dan Shattle (1999) menyebut term ini adalah kapasitas seseorang saat merespon sesuatu secara sehat, saat menghadapi kesulitan dan trauma. Di mana semua itu sangat penting dalam rangka mengelola tekanan dalam hidup setiap individu. Resilensi ini sangat dibutuhkan untuk menguatkan kehidupan seseorang dikala berada di posisi yang tidak memungkinkan.[2]  

Berada pada posisi pandemi memang sangat rentan dengan situasi negatif. Mulai dari persoalan spiritual, ekonomi, pendidikan, keluarga, hingga yang utama adalah kesehatan. Adalah wajar jika seseorang mengalami keresahan. Namun menjadi sebuah permasalahan baru jika terlalu berlebihan takut.

Pikiran positif memang harus digalakkan dan dibiasakan pada diri kita masing-masing. Jika tidak, maka bisa jadi mengalami kejadian serupa seperti cuplikan berita pada tulisan di awal. Dalam rangka mendapatkan pikiran dan perasaan positif sejatinya sangat mudah. Bahkan bisa didapatkan melalui aktivitas keseharian kita.

Beberapa hal yang bisa kita terapkan pada diri sendiri dalam rangka mendapatkan pikiran dan perasaan positif, antara lain;

Meningkatkan Spiritualitas
Spiritualitas berkenan dengan ibadah. Aktivitas ibadah setiap hari kita lakukan, bahkan setiap saat terus saja beribadah. Seperti halnya memperbanyak berzikir setiap saat. Zikir mengandung energi positif yang sangat baik untuk pikiran serta perasaan setiap individu. Bahkan Alqur’an menyebutkan bahwa dengan berzikir hati menjadi tenang. Selain itu, sejatinya masih banyak lagi cara untuk meningkatkan spiritualitas, sesuai dengan kepercayaan masing-masing.

Tonton dan Baca Hal-hal Positif

Situasi di tengah pandemi seperti ini banyak tersebar tulisan maupun video yang membuat siapa pun menjadi ketakutan. Solusi untuk meminimalisirnya adalah dengan cara mengonsumsi tontonan dan bacaan positif. Bisa dengan menonton video motivasi, membaca Alqur’an, atau membaca kisah humor.


Mendengarkan Sesuatu yang Positif

Hal ini juga bisa membantu pikiran serta perasaan menjadi positif. Anda bisa mendapatkannya melalui mendengarkan musik, murotal, selawat, maupun lagu-lagu yang dapat membangkitkan motivasi. Beberapa penelitian pun sudah banyak membuktikan bahwa dengan mendengarkan sesuatu yang positif dapat menjadi terapi bagi manusia. Di sinilah betapa relevan untuk diterapkan pada diri kita.

Beberapa aktivitas di atas bisa diterapkan untuk mendapatkan resiliensi yang kuat pada setiap individu. Apalagi saat ini pandemi belum terprediksi berakhirnya. Sudah seharusnya di samping ikhtiar dengan fisik, juga ikhtiar dengan memperbaiki aktivitas keseharian.


Post a Comment

0 Comments