Sebuah Refleksi: Percakapan Antara Aku dan Leptopku


Doc. Halimah
     Komputer adalah sebuah alat yang dapat memudahkan kegiatan manusia. Seperti mengetik, mengedit, memprogram, mendata, dan lain sebagainya. Hal ini terjadi sebagai salah satu bukti nyata kecanggihan pikiran manusia untuk mengejawantahkan dalam bentuk canggihnya teknologi informasi. Bahkan dalam masyarakat kita alat satu ini telah menjadi sebuah media yang "harus" ada dalam beberapa bidang tertentu. Seperti halnya aku pribadi, hampir setiap hari tidak dapat dipisahkan dengan adanya alat ini. 
    Hari Kamis 16 Januari 2020, menurutku adalah masa di mana aku harus merelakan diri kepada sesuatu yang sulit. Ketika harus melaksanakan rutinitas menulis tidak menggunakan leptop, namun mengggunakan media seluler. Benar-benar berbeda, akan tetapi apalah daya, jika kepala memaksa untuk mengejawantahkan kata-kata, sedangkan medianya terbatas. Lagi-lagi "Kekurangan bukanlah alasan untuk tidak berkarya." Di sinilah aku pribadi merasa tertantang. Mengapa malah merasa tertantang?? 
  Pertama, istikamah berkarya. Ketika media tidak mampu mendukung, menurutku diri sedang ditantang, apakah benar istikamah untuk terus menulis? Sedangkan si-leptop sedang sakit. Biasanya ketika media tidak ada bagi beberapa orang menjadi tameng dan menggeliat untuk tidak menulis. Padahal masih banyak cara, meski tidak harus menggunakan leptop.
  Kedua, melatih sabar. Ya, ini merupakan salah satu media belajar sabar terhadap keadaan. Biasanya menulis langsung menggunakan leptop, kini hanya menggunakan seluler saja. Dengan layar kecil dan tus-tusnya terbatas. Namun di sinilah diri menyadari bahwa menjadi sabar tidaklah mudah. Sejauh manakah sabar terpatri dalam diri ini?
   Ketiga, bersyukur. Dengan sakitnya leptop, kurasa memantik kesadaran diri, bahwa si-leptop sudah begitu lama menemaniku berjuang. Mulai kelas dua Menengah Kejuruan di tahun 2014 hingga kini telah menyelesaikan pendidikan S1. Betapa kepalaku masih ingat, saat pertama kali kudapatkan leptop itu. Waktu itu aku duduk di kelas XI semester ganjil, rata-rata seluruh teman sekelas telah memiliki leptop. Kemudian aku bercerita kepada ayahku, "Teman-temanku sudah punya leptop semua," ceritaku waktu itu. Reaksi Ayah biasa saja, dan beberapa hari kemudian Ia mengatakan aku dibelikan leptop dari hasil menjual beberapa Pohon Sengon. Betapa senyumku melebar, mendapatinya.
    Bahkan bukan hanya itu, beragam tulisan pun telah lahir dari leptopku itu. Semenjak aku pertama belajar nulis, hingga saat ini beberapa antologi telah lahir baik puisi dan cerpen, beragam artikel telah terunggah di blog, website, dan masih banyak lagi yang tidak dapat kututurkan satu persatu. Jika dia tidak sakit, mana mungkin kuhitung jasanya selama menemaniku berjuang hingga detik ini.
    Keempat, belajar tidak terikat pada dunia. Aku begitu tahu bahwa di leptopku itu beragam file tersimpan di sana, baik tulisanku, foto, dok. organisasi, dok. pondok, dok. kuliah, serta banyak lagi. Benar-benar!!! sangat disayangkan jika semua itu raib dari pandangan. Namun apalah diri, bukankah semuanya memang fana. Termasuk data-dataku di leptop itu. Di sinilah kurasa berada di sebuah titik di mana diri belajar untuk tidak terikat pada kenikmatan dunia.
     Inilah empat hal yang kurasakan saat ini, ketika mendapati leptopku lelah dengan semua keadaan. Kukatakan pada diriku sendiri, leptop juga ciptaan, tentu dia juga merasa sampai pada titik di mana ia merasa lelah dengan keadaan. Biarlah dia memperbaiki diri, menenggelamkan diri pada istirahatnya. Seandainya ia menemaniku kembali berarti itu sebuah keajaiban. Guru TKJ-ku pernah berucap, usia leptop itu sekitar lima tahun saja. Nah, kurasa leptopku sudah berumur lima tahun, di mulai dari Sekolah Menengah Kejuruan kelas XI hingga aku menyelesaikan studiku sebagai seorang sarjana.
   Jika kuhitung, hutang budinya menurutku aku tak kuasa, karena banyak sesuatu yang telah lahir berkat bantuannya. Tak masalah, namun lagi-lagi dahiku berkerut, secepat itukah kau akan meninggalkanku?? Tidak ada jalan lainkah untuk sembuh?? Aku berharap kau sembuh, tuk menemani perjuanganku selanjutnya.

Post a Comment

1 Comments

AHS said…
Semangat kk.. kita sama" tau tentang proses & kesabaran..nice