KKN PERTAMA MEMBUAHKAN KESAN

Doc. KKN 80


Kuliah Kerja Nyata (KKN), barangkali semua orang sudah tahu terkait penyebutan ini, meski belum tahu setidaknya pernah mendengar term ini.  KKN sendiri merupakan kegiatan pengabdian masyarakat yang dilakukan oleh mahasiswa. Hal ini tentu sejalan dengan Tri Darma Perguruan Tinggi yakni pengabdian pada Masyarakat.
Diadakannya program KKN seperti ini, saya pribadi merasa sangat beruntung, mengingat mahasiswa selama di kampus lebih banyak dengan teori saja dan minim praktik. Pastinya lebih menguntungkan jika ada program seperti ini. Apalagi jika diingat kembali, selepas seorang mahasiswa lulus dari kampus tentu akan kembali lagi kepada lingkungan masyarakat. Hitung-hitung ini merupakan pembelajaran dasar sebagai bekal di masa depan.
Sudah empat hari berlalu saya melaksanakan KKN di desa Selok Anyar, kecamatan Pasirian Kabupaten Lumajang bersama dengan sembilan belas teman lainnya. Untuk seminggu hari pertama masih berskala perenalan dan penyesuaian dengan sekitar. Meski masih dalam tahap perkenalan, namun saya pribadi merasakan banyak belajar dengan apa yang ada di hadapan saat ini. Diantaranya;
Pertama kami sendiri (maksudnya saya dengan teman-teman kelompok) berasal dari latar belakang, karakter, pandangan, fakultas, serta jurusan yang tidak sama dituntut untuk belajar memahami, memaklumi, menyadari, serta menghormati. Di awal-awal barangkali memang tidak begitu tampak perbedaan ini, namun seiring berjalannya waktu perbedaan akan tampak dan tidak jarang berujung pada pertikaian serta pertentangan.
Doc. KKN 80
Senior-senior serta dosen pembimbing sempat mengisahkan bahwa banyak fenomena yang terjadi saat di KKN, terutama dengan sesama mahasiswa. Tidak jarang selepas KKN menjadi saudara dan tidak jarang pula menjadi sebaliknya. Namun saya merasa perihal itu ada benarnya, dengan adanya program seperti ini setidaknya kita dapat memiliki gambaran kelak ketika terjun di masyarakat kemudian. Perbedaan itu pasti dan tidak dapat dihindari. Beda kepala, beda persepsi, namun kami dituntut untuk memahami, menghormati, dan menyatukan segala perbedaan ini.
Kedua, saya pribadi menemukan geliat rasa yang berbeda ketika bersinggungan dengan masyarakat sekitar. Barangkali tidaklah berlebihan jika saya berkata kehidupan bermasyarakat tidaklah sesempit kehidupan kampus, dengan rata-rata berpendidikan. Namun kehidupan di tempat KKN masyarakatnya terdiri dari berbagai macam latar belakang, bukan hanya pemikiran dan pandangan, namun bahasa, adat dan tradisi, berbeda dari kami. Tapi sebagai mahasiswa KKN kami dituntut untuk belajar, memahami, dan menghormati tentang itu semua.
Apalagi di tempat KKN kami ini menggunakan bahasa Madura,sedangkan teman-mahasiswa KKN hanya dapat berbahasa Jawa dan bahasa Indonesia saja. Di sinilah bagi saya pribadi menarik, berasal dari bahasa yang berbeda, lantas dituntut untuk berbahasa sama. Memang tidak ada kewajiban untuk belajar bahasa yang sama, tapi mau tidak mau, untuk bahan berinteraksi sosial perlu mempelajari bahasa daerah itu.
Ketiga, di tempat KKN ini saya pribadi merasa seperti desa sendiri. Desa saya juga berada di daerah Tapal Kuda, masih termasuk kabupaten Lumajang. Dengan nama desa Ranuyoso. Juga kebanyakan berbahasa Madura, orangnya juga ramah, semacam daerah tempat KKN yang saya tempati. Asetnya juga banyak, mulai dari pertanian dan perkebunan. Pohon sengon juga banyak berjejer di perkebunan dan bahkan sepanjang jalan. Tanaman jeruk juga pun bertabur di mana-mana, tanaman pepaya, dan seterusnya. Mendapati hal ini saya rasa beruntung karena dapat menikmati udara sejuk akibat  tumbuhan-tumbuhan hijau itu.
Tidak dapat dielak lagi kehidupan di desa keadaannya tentram, sepi, senyap. Tidak jarang bunyi Jangkrik, Tokek, Kambing, dan lain sebagainya begitu nyaring saya dengar. Lagi-lagi dibalik sepi ini memunculkan ketenangan yang tidakkami dapatkan di kota. 
Barangkali itu saja kisah singkat ini.



Post a Comment

0 Comments