www.anneahire.com |
Tadi siang saya berkunjung ke salah satu desa yang ada di kabupaten
Lumajang. Saya ke sana berangkat bersama-sama dengan sanak saudara dengan
tujuan nyelawat.[1] Betapa saya teringat pembahasan mata kuliah patologi
sosial mengenai kenakalan remaja. Waktu
di rumah duka ada anak laki-laki kira berumur sekitar lima belas tahun, gaya
rambutnya diwarna dan ada beberapa tato yang tertempel di kulitnya. Lantas anak
ini menemui kami—saya dan rombongan--- mengobrol sana-sini. Entah kenapa
pembahasan kami terhenti pada ungkapan anak itu “Tak engak engkok riah, ambu
sekolah”[2] kemudian dijawab oleh pamanku yang kebetulan duduk di
sampingnya “Arapah cong?”[3] “Iyeh, engkok meler ruah nganggui
narkoba, epekeluar bik tang guru” [4] ungkapnya dengan bahasa Madura seraya
memangku adik perempuannya. Di sinilah aku teringat dengan penjelasan Patologi
Sosial tentang Kenakalan Remaja; salah satu faktor penyebab seorang anak
mengalami kenakalan remaja adalah keluarga, teman, dan lingkungannya.
Dia sendiri mengungkapkan bahwa ia dulu salah memilih teman dan
akhirnya ia terjerumus ke lembah itu. Sebelum ia diberhentikan dari sekolah, ia
sempat ditangkap pihak berwajib di sekolahnya. Selain faktor teman, saya merasa
anak ini juga disebabkan faktor orang tua juga. Mengingat ia sudah ditinggal
bapaknya dan setelah bapaknya meninggal Ibunya bekerja, dan di sinilah
kemungkinan penyebab anak ini terjerumus. Karena faktor kurang kasih sayang dari orang
tua, kurang perhatian, nah sedangkan anak-anak itu perlu perhatian, perlu reward
atau apresiasi, perlu tempat curhat juga. Ketika ia (anak) tidak terpenuhi kasih
sayang orang tua kemungkinan besar ia akan mencari tempat yang lain.
Ada satu lagi yang menurutku sangat agak ganjil dan seharusnya
tidak dilakukan. Semisal “Mengeluarkan siswa yang mengkonsumsi narkoba” mungkin
bagi sebagian orang inilah solusi yang terbaik untuk mencegah si-siswa yang
terkena narkoba agar tidak mempengaruhi siswa lainnya dengan harapan dapat
memberikan efek jera untuk siswa yang telah menggunakan. Tapi pertanyaannya
apakah dengan mengeluarkan siswa yang mengkonsumsi narkoba, lalu anak itu akan
behenti mengkonsumi? Apakah ini solusi yang terbaik? Kukira tidak demikian.
Mengingat sekolah adalah tempat pendidikan—mencari ilmu—seharusnya mampu
memberikan pencegahan dan solusi. Saya kira ketika siswa yang terkena narkoba
dikeluarkan dari sekolah maka yang akan terjadi si anak ini akan putus asa,
merasa terkucilkan, dan bisa jadi akan mengakhiri hidupnya, dan ini merusak
mental. Seharusnya sekolah harus bertindak memberikan solusi yang selektif,
semisal menghadapi peristiwa itu harus ada guru khusus yang dapat menangani
anak ini. Apa yang menyebabkan anak ini terjurumus? Perlu guru khusus untuk
mendekati dan membantu siswa yang terjerumus ke dalam narkoba. Cara
mendekatinya tentu perlu intens dan perlu kesabaran.
Sebelum kejadian seperti itu, hendaknya para guru memberikan
pemahaman kepada siswa-siswinya. Mengingat jiwa muda itu sukanya mencoba
hal-hal yang baru, sekali mencoba, suka, akhirnya ketagihan, maka hancurlah
masa depannya.
Hal yang paling jelas dan paling penting tentunya “Lebih baik
mencegah daripada mengobati”. Sebelum anak-anak kita, saudara-saudara kita,
teman-teman kita terjerumus ke dalam perbuatan itu, alangkah baiknya jika kita
saling mengingatkan, memberikan pemahaman kepada sesama. Perlu digaris bawahi
juga, orang tua, teman, lingkungan, sekolah, dan orang-orang terdekat lainnya
memiliki peranan yang signifikan dalam mendidik dan mengarahkan anak-anak.
Footnote:
[1] Ngelayat
[2]“Tidak seperti saya ini, berhenti sekolah”.
[3] “Kenapa Cong” (panggilan anak laki-laki).
[4] “Iya, saya nakal menggunakan narkoba, lalu dikeluarkan oleh
guruku”.
0 Comments