DIKELUARKAN BUKAN SOLUSI TERBAIK


www.anneahire.com
Hari ini (5/07/2018) saya mendapatkan pelajaran yang sangat berharga mengenai kenakalan remaja. Barangkali di antara kita semua terminologi ini sangatlah fenomenal ditemui dan didengar. Bentuk ejawantahannya sangatlah beragam. Mulai dari sikap tak sopan, ugal-ugalan, kebut-kebutan, minum-minuman keras, narkoba, seks bebas, dan seterusnya. Dan saya kira fenomena itu sudah menyeluruh, menyelusup, meresap sampai ke akar pelosok-pelosok desa.
Tadi siang saya berkunjung ke salah satu desa yang ada di kabupaten Lumajang. Saya ke sana berangkat bersama-sama dengan sanak saudara dengan tujuan nyelawat.[1] Betapa saya teringat pembahasan mata kuliah patologi sosial  mengenai kenakalan remaja. Waktu di rumah duka ada anak laki-laki kira berumur sekitar lima belas tahun, gaya rambutnya diwarna dan ada beberapa tato yang tertempel di kulitnya. Lantas anak ini menemui kami—saya dan rombongan--- mengobrol sana-sini. Entah kenapa pembahasan kami terhenti pada ungkapan anak itu “Tak engak engkok riah, ambu sekolah”[2] kemudian dijawab oleh pamanku yang kebetulan duduk di sampingnya “Arapah cong?”[3] “Iyeh, engkok meler ruah nganggui narkoba, epekeluar bik tang guru” [4] ungkapnya dengan bahasa Madura seraya memangku adik perempuannya. Di sinilah aku teringat dengan penjelasan Patologi Sosial tentang Kenakalan Remaja; salah satu faktor penyebab seorang anak mengalami kenakalan remaja adalah keluarga, teman, dan lingkungannya.
Dia sendiri mengungkapkan bahwa ia dulu salah memilih teman dan akhirnya ia terjerumus ke lembah itu. Sebelum ia diberhentikan dari sekolah, ia sempat ditangkap pihak berwajib di sekolahnya. Selain faktor teman, saya merasa anak ini juga disebabkan faktor orang tua juga. Mengingat ia sudah ditinggal bapaknya dan setelah bapaknya meninggal Ibunya bekerja, dan di sinilah kemungkinan penyebab anak ini terjerumus. Karena faktor kurang kasih sayang dari orang tua, kurang perhatian, nah sedangkan anak-anak itu perlu perhatian, perlu reward atau apresiasi, perlu tempat curhat juga. Ketika ia (anak) tidak terpenuhi kasih sayang orang tua kemungkinan besar ia akan mencari tempat yang lain.
Ada satu lagi yang menurutku sangat agak ganjil dan seharusnya tidak dilakukan. Semisal “Mengeluarkan siswa yang mengkonsumsi narkoba” mungkin bagi sebagian orang inilah solusi yang terbaik untuk mencegah si-siswa yang terkena narkoba agar tidak mempengaruhi siswa lainnya dengan harapan dapat memberikan efek jera untuk siswa yang telah menggunakan. Tapi pertanyaannya apakah dengan mengeluarkan siswa yang mengkonsumsi narkoba, lalu anak itu akan behenti mengkonsumi? Apakah ini solusi yang terbaik? Kukira tidak demikian. Mengingat sekolah adalah tempat pendidikan—mencari ilmu—seharusnya mampu memberikan pencegahan dan solusi. Saya kira ketika siswa yang terkena narkoba dikeluarkan dari sekolah maka yang akan terjadi si anak ini akan putus asa, merasa terkucilkan, dan bisa jadi akan mengakhiri hidupnya, dan ini merusak mental. Seharusnya sekolah harus bertindak memberikan solusi yang selektif, semisal menghadapi peristiwa itu harus ada guru khusus yang dapat menangani anak ini. Apa yang menyebabkan anak ini terjurumus? Perlu guru khusus untuk mendekati dan membantu siswa yang terjerumus ke dalam narkoba. Cara mendekatinya tentu perlu intens dan perlu kesabaran.
Sebelum kejadian seperti itu, hendaknya para guru memberikan pemahaman kepada siswa-siswinya. Mengingat jiwa muda itu sukanya mencoba hal-hal yang baru, sekali mencoba, suka, akhirnya ketagihan, maka hancurlah masa depannya.
Hal yang paling jelas dan paling penting tentunya “Lebih baik mencegah daripada mengobati”. Sebelum anak-anak kita, saudara-saudara kita, teman-teman kita terjerumus ke dalam perbuatan itu, alangkah baiknya jika kita saling mengingatkan, memberikan pemahaman kepada sesama. Perlu digaris bawahi juga, orang tua, teman, lingkungan, sekolah, dan orang-orang terdekat lainnya memiliki peranan yang signifikan dalam mendidik dan mengarahkan anak-anak.
Footnote:
[1] Ngelayat
[2]“Tidak seperti saya ini, berhenti sekolah”.
[3] “Kenapa Cong” (panggilan anak laki-laki).
[4] “Iya, saya nakal menggunakan narkoba, lalu dikeluarkan oleh guruku”.



Post a Comment

0 Comments