Dalam
diskursus wacana filsafat, agama tidak pernah terlepas dari tiga argumen, yakni
ontologis, kosmologi, teologis, untuk membuktikan keberadaan Tuhan. Argumen
ontologis mengemukakan pendapatnya, bahwa ketiadaan Tuhan bukanlah suatu keniscayaan.
Sedangkan argumen kosmologis membuktikan batasan antara yang general dan yang
berkenaan dengan ruang dan waktu sebagai seusuatu dan mengalami perubahan.
Sedangkan argumen teologis mengemukakan bahwa segala penciptaan, keberadaan,
kerangkain dan keindahan yang berakhir dari adanya perancang dari semua
ini. Wrainwrigh mengatakan bahwa
argumen kosmologis dan argumen teologis hanya dapat diekspresikan secara
terbatas oleh pemikir dalam agama. Sesorang dapat berpikir bahwa Tuhan
sendirilah yang dapat menerangkan hal ini. Sedangkan argumen ontologis
seringkali dikemukakan oleh pemikir atau para intelektual yang memiliki basis
religiusitas atau cenderung terhadap agama. Sehingga secara refleks menguatkan
keimanan kita, “Tuhan Maha Mutlak” dan seterusnya. Sehingga berhenti pada
kesimpulan bahwa ketiadaan Tuhan merupan eksistensi yang mustahil dan tidak
dapat dibayangkan.
Sebagaimana
sejarah memaparkan, manusia selalu berusaha mencari keberadaan Tuhan. Begitupula
ketika masa Yunani Kuno atau masa klasik, berupaya untuk mencari asal
muasal alam (arche). Seperti
halnya Thales, Anaximander, Anaximenes, Phytaghoras dan sebagainya berusaha
mencari darimanakah asal muasal alam. Sebelum para filosof klasik ini mengkaji
alam, bangsa Yunani sangatlah terkenal dengan mitos-mitosnya, seperti halnya
ketika ada pelangi berarti terdapat bidadari yang turun. Tentu hal ini tidaklah
masuk akal. Untuk menanggapi hal ini, maka terjadi masa peralihan dari mitos
bertransformasi pada logos.
Perlu kita ingat Thales adalah manusia pertama yang mengkaji hal
ini. Akan tetapi Thales tidaklah pernah membukukan kisahnya. Sedangkan kisah
Thales hampir semua dikisahkan oleh Herodotos (abad 5 SM). Aristoteleslah yang
menyebut Thales sebagai filosof pertama. Pernahpula diceritakan pada suatu
ketika Thales pergi ke Mesir, ia berhasil mengukur piramida dengan menggunakan
bayangan. Kemudian Thales mengajarkan orang-orang Mesir, cara mengukur piramida
dengan bayangan yang terkena sinar matahari. Ilmu ukur ini kemudian dibawa
Thales ke Yuanani sebagai oleh-oleh. Thales juga berhasil mengukur jarak kapal yang
dilihat dari dua tempat yang berbeda. Menurut sumber lain mengatakan, teori
mengenai banjir tahunan sungai nil. Konon Thales berpendapat naiknya air
sungai, disebabkan adanya angin. Itulah
sekilas info.
Setiap agama memiliki perbedaan argumen mengenai keberadaan Tuhan,
walaupun pada hakikatnya yang dituju adalah sama, hanya saja pembungkusannya
atau segi eksoterisnya berbeda. Akan tetapi, tak jarang kita sering melihat
skeptisisme atau “paham meragukan” di
masa modern sekitar pada abad 17 di Eropa meragukan terhadap Ketuhan. Apalagi
ditambah dengan adanya tranformasi dari kajian teosentris menjadi
antroposentris. Sehingga manusia modern semakin menjauhi arti makna ilahi yang
sebenarnya, mereka mengandalkan pada sains dan teknologi saja. Hal ini, malah
menambah memperburuk keadaan manusia. Manusia modern dinilai cenderung dalam
hidup sekuler, materialistik dan mengabaikan spiritual.
Beberapa
Argumen Tentang Tuhan
A.
Argumen
Ontologis
Dalam
argumen ini tidaklah banyak berdasarkan alam nyata, akan tetapi lebih
mendominasi pada logika. Hal ini, dicanangkan oleh Plato, bahwa segala yang ada
dalam alam ini merupakan limpahan dari ide. Alam ide berada di luar ruang dan
waktu, sehingga alam ide itu adalah kekal. Benda-benda yang tampak ini,
hanyalah manifestasi atau bayangan. Sedangkan Yang Mutlak adalah sumber dari
segala yang ada. Hal ini, juga dicanangkan oleh Agustinus, bahwa akal manusia
dari pengalamannya mampu mengetahui di dalam alam terdapat kebenaran. Dengan
kata lain, bahwa di atasa akal manusia masih terdapat kebenaran mutlak. Inilah
sumber dari segalanya. Kebenaran tetap dan kekal itulah yang disebut Tuhan.
B.
Argumen
Kosmologi
Dalam
argumen ini, bahwa kenyataan alam dapat dibuktikan melalui observasi langsung
terhadap alam semesta. Pada argumen ini berakhir pada kesimpulan bahwa alam
semesta ini ada sumber atau penciptanya. Bahkan Aristoteles mengatakan
“penggerak yang tidak bergerak”. Semua bergantung pada-Nya, dan Dia tidak ada
yang menggerakkan.
C.
Argumen
Teleologis
Pembuktian
teologi lebih bersifat lebih spesifik dibanding dengan pembuktian kosmologi.
Pembuktian ini didasarkan terhadap kenyataan tentang adanya keteraturan dalam setiap
rancangan sebagaiman yang dipaparkan oleh Immanuel Kant. Ia menyebutnya dengan
term design argument.
Dalam
hal ini, argumen-argumen mereka sangatlah beragam dalam mengkaji asal muasal
segala sesuatu. Berbeda dengan pemikiran para filosof muslim dalam menanggapi
hal ini. Para filosof muslim melihat eksistensi dengan beberapa dalil, yakni
dalil kebaharuan dan kemungkinan. Al-Kindi sempat menyinggung empat argumen
untuk membuktikan keberadaan Tuhan. Bahwa alam semesta ini terbatas dan
beragam. Alam ini tak mungkin berdiri sendiri,tanpa adanya pengatur dan
pemelihara dalam setiap waktunya.
0 Comments